‘’Tidak pengaruh mas, mau jam sibuk atau jam sepi tetap saja sepi dan orang sekarang enggan mau naik angkodes,’’ujar Suroso, salah seorang pemilik angkutan pedesaan.
Dia menjelaskan, hampir sebagian sopir dan pemilik angkodes di wilayah tersebut mengalami nasib yang sama. Alasan uatama, kebanyakan masyarakat kini sudah tidak lagi mengidolakan angkodes seperti yang pernah terjadi waktu dulu. Jelas menjadikan, penghasilan atau pendapatan para sopir minus lantaran dan harus mencukupi biaya operasional.
‘’Tidak hanya mengeluh, sopir sekarang sudah banyak yang tidak lagi andong (bekerja),’’ jelasnya.
Pendapatannya dalam sehari tidak lebih dari Rp 20 ribu. Itupun, belum termasuk biaya pembelian BBM untuk operasional. Bersamaan dengan itu, Suroso mengatakan sekarang ini banyak sopir yang mencari alternatif pekerjaan baru. Diantaranya, menyediakan jasa carter bagi penumpang yang ingin menggunakan angkodes untuk kepentingan pribadi, seperti menghadiri kegiatan hajatan atau acara keluarga lainnya.
‘’Mau bagaimana lagi, golek kerjo sak iki susah (cari pekerjaan lain juga susah sekarang),’’terangnya.
Sementara itu Kepala UPT Terminal Seloaji Ponorogo Kristanta mengatakan, jumlah angkodes yang mangkal di terminal sejak beberapa tahun yang lalu semakin berkurang. Dari sebelumnya yang jumlahnya mencapai ratusan, kini hanya tinggal puluhan yang kelihatan masih beroperasi. Pihaknya tidak menampik jika hal itu disebabkan banyaknya masyarakat yang enggan naik angkutan umum dikarenakan sudah memiliki kendaraan pribadi, seperti sepeda motor atau mobil.
‘’Kalau tidak ada solusi kemungkinan moda transportasi umum seperti itu akan menghilang ditelan zaman,’’ungkapnya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga mengaku kerap mendapat keluhan dari penumpang lantaran minimnya trayek angkodes. Disebutkan, dari sekian banyak tempat pemberhentian penumpang angkutan umum yang ada di Ponorogo, keseluruhan hanya memiliki empat trayek. Artinya, masih menurut Kristanta, penumpang harus bersabar menunggu lamanya kedatangan angkutan lantaran kendaraan harus berputar mengelilingi trayek yang ditentukan.
‘’Apalagi, angkodes di Ponorogo itu memiliki trayek one way, jadi tidak bisa putar balik,’’ terangnya.
Kita akan berkoordinasi dengan dinas terkait tentang masalah tersebut. Paling tidak, mencari solusi agar pemilik angkodes tidak kehilangan sumber penghasilan. “Pihaknya juga tidak menampik, masih banyak masalah lain yang harus dibenahi. termasuk mengembalikan minat masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum ditengah maraknya sepeda motor dan mobil pribadi,’’ pungkasnya* (dee)